src:http://www.onlinehorsecollege.com/

Semua orang bahkan anak TK pasti tahu yang namanya kuda. Pernah berkuda? Eits, bukan asal menunggang kuda yang dituntun pawangnya lalu kita berkeliling melihat pemandangan sambil duduk di atas kuda, bukan juga duduk tenang di delman yang ditarik kuda. Tapi ini menunggang kuda yang sedang berlari dan sendirian di atas punggungnya, pernah? Ya, maksudku menjadi penunggang kuda seperti para panglima di serial Omar, ksatria di film Three Musketer, atau pangeran berkuda putihnya Sang Cinderella.

Equestrian club, begitulah komunitas penunggang kuda biasa disebut. Terdapat beberapa fasilitas Equestrian di kota Jeddah. Yang pernah aku kunjungi ini bernama Al-Tarek. Di sekitarnya, paling tidak ada dua klub berkuda lainnya, Al Aseel, dan Royalty Equestrian Club.

Kira-kira satu jam perjalanan ke selatan KAUST tersebutlah beberapa klub berkuda yang menyediakan pelatihan berkuda. Terletak di lingkar luar kota Jeddah (lat : 21.714932, long: 39.230362) , Al-Tarek mempunyai beberapa range atau arena yang cukup luas. Ada arena yang sangat luas dengan beberapa halang rintang dari kayu yang digunakan untuk latihan melompat, ada juga arena persegi panjang yang lebih kecil yang biasanya digunakan untuk pemula, lalu ada arena bundar yang lebih kecil lagi untuk latihan-latihan dasar berkuda.

Setiap pekan tepatnya di hari Jumat, sebuah bus mini tersedia untuk mengantar warga KAUST yang ingin menjajal berlatih menunggang kuda. Bus ini menunggu di depan big Tamimi, sebuah supermarket di KAUST. Sore itu aku berdiri di depan big Tamimi, menengok kanan kiri, mencari-cari bus mini di parkiran. Tiga hari sebelumnya aku sudah mendaftar di sebuah form online (Doodle poll). Setiap pekan, Aubrey, koordinator kami membuka polling online ini untuk pendaftaran peserta ‘tur’ dan hanya membolehkan enam pendaftar. Waktu aku mencentang form itu, lima kursi lainnya sudah penuh, kabarnya begitulah setiap pekan, siapa cepat dia dapat.

Setelah terdaftar resmi di form online tersebut, Aubrey akan mengirim email berisi instruksi untuk persiapan perjalanan ini. Tidak ada perlengkapan khusus yang wajib dibawa, hanya disarankan untuk memakai sepatu olahraga. Abaya tak perlu dipakai. Bertolak pada pukul 16.30, tak kusangka sore itu ada sekitar dua belas orang di dalam bus, 4 anak-anak dan 8 orang dewasa termasuk aku dan seorang teman, Enas (baca : Ines) namanya. Dari penjelasan Enas, ternyata memang ada anggota tetap yang sudah tidak perlu mendaftar lagi untuk mengikuti perjalanan ini. Di antara anak-anak di dalam bus, ku perhatikan seorang gadis kecil berusia kira-kira tidak lebih dari sepuluh tahun duduk di bangku depan. Ia berpakaian lengkap sekali ala atlet berkuda profesional, dengan topi dan sepatu boot khusus. Sepertinya ia bukan orang baru dalam hal kuda berkuda. Mungkin ini perjalanannya yang kesekian kali.

Setelah kira-kira 45 menit bus meluncur, jalan tol yang kami lewati masih tergelar panjang di depan, namun bus mengambil belokan menjauhi jalan tol, ke jalan yang lebih kecil menembus hamparan padang pasir. Sejurus kemudian, setelah melewati jajaran pepohonan, beberapa bangunan mulai tampak di kanan jalan. Tak lama, kami sampai di depan sebuah gerbang yang tertutup. Sopir kami turun lalu pergi entah kemana dan tiba-tiba gerbang terbuka. Semua penumpang bersiap-siap turun. Bus melewati gerbang tersebut, berbelok ke kiri, dan sampailah di areal parkir. Rupanya kami tidak sendiri. Beberapa mobil telah terparkir rapi di sana.

Setibanya di arena pacu kuda, Aubrey mempersilakan kami untuk beristirahat atau berkeliling terlebih dahulu sementara kuda-kuda disiapkan. gather_compressed

Karena waktu itu pertama kalinya aku ke sana, Enas mengajakku berkeliling melihat para kuda di biliknya. Ada yang putih imut, hitam besar (entah mengapa kuda ini cantik menurut Enas), lalu ada juga kuda poni. Salah satu keuntungan pergi dengan teman adalah ada yang bisa dimintai tolong memotret sementara kita berpose. Hehe, puas jepret sana jepret sini, dan tak lupa foto selfie, kami kembali ke Aubrey. Ia memberi tahu aku dan Enas kalau kami di gelombang kedua.

Sembari menunggu giliran, kami menonton yang lain berlatih. Sepertinya semua yang pemula ditaruh di gelombang dua. Jadilah yang kami tonton itu mereka-mereka yang sudah profesional dan beraksi melajukan

kudanya mengelilingi arena, dan bahkan ada yang berlatih melompati rintangan.

hop_comp

Terdapat beberapa level dalam kursus berkuda ini. Mulai dari duduk tenang ‘menyetir’ kuda yang berjalan santai, sampai bagaimana mengendalikan kuda yang berlari kencang plus melewati rintangan. Untuk sampai ke tingkat teratas itu tentu dibutuhkan puluhan bahkan mungkin ratusan kali sesi latihan. Di Al-Tarek ini, setiap sesi latihan dipatok 45 menit dan kita harus merogoh kocek sedalam 100 Riyal untuk setiap sesi latihan. Jika menjadi member, mungkin akan berbeda lagi tarifnya.

Ketika kami sedang menunggu giliran, Enas bercerita banyak tentang latihan berkudanya dulu di negeri asalnya. Secara garis besar, teknik menunggang kuda dapat dibagi menjadi empat, sesuai dengan kecepatan laju kuda : walk, trot, canter, dan gallop. Pada level walk ini, sesuai sebutannya, kuda hanya berjalan. Penunggang cukup duduk santai sambil mengatur arah dengan tali kekang. Normalnya pada pertemuan pertama, kita hanya akan diajari cara naik ke punggung kuda dengan benar, posisi kaki, cara memulai, memegang tali kekang, haluan kanan kiri, dan berhenti. Intinya masih pada level walk. Level trot yaitu ketika kuda dipacu hingga berlari-lari kecil sementara canter yaitu di mana kuda benar-benar dalam keadaan berlari. Gallop, merupakan level atlet pacuan kuda di mana selain berlari, kuda juga ‘terbang’ 😀 Lebih lanjut mengenai keempat tingkatan lari kuda ini dapat disimak pada video berikut :

Di Al-Tarek ini juga tersedia beberapa kuda poni. Kuda-kuda ini disediakan untuk penunggang cilik. Beberapa anak kecil dari rombongan kami terlihat berkeliling arena dengan kuda pony ini. Untuk mereka, pelatih hanya menuntun kuda-kuda tersebut sambil berjalan berkeliling areal latihan.

Hari sudah gelap ketika akhirnya giliran kami tiba. Karena ini pertama kalinya untukku, aku diarahkan ke arena bundar yang lebih kecil dibanding yang lain. Enas yang memang sudah beberapa kali berlatih diarahkan ke arena yang lebih luas. Seorang pelatih menemuiku. Ia memperkenalkan diri dan juga kudanya. Sepertinya hampir semua pelatih di sini bisa berbahasa Inggris, syukurlah, kalau tidak, aku tak bisa berkutik. Dari penuturannya, kuda yang ku pergunakan adalah kuda paling ‘sabar’, sengaja diberikan untuk pemula. Walaupun demikian, kuda ini besar sekali dan sangat tinggi. Berdiri tegas dengan mata menatap acuh lurus ke depan membuat penunggang pemula sepertiku mulai nervous.Ok, pelajaran pertama adalah naik ke punggung kuda.climb_comp

Usaha pertama dan keduaku gagal. Baru setelah posisi pijakan disesuaikan, hop! Punggung kuda itu berhasil ku panjat dan aku sukses duduk di punggung kuda :p. Ada sensasi tersendiri duduk di sini, sulit dijelaskan dengan kata-kata. Yang jelas ini sangat menyenangkan. Pelatih lalu menjelaskan cara yang benar memegang rein –tali kekang-, cara maju, belok, dan berhenti. Bla..bla..bla.. dan akhirnya sesuai instruksinya, kaki kananku mendorong lembut ke perut bagian bawah kuda , dan berjalanlah kuda yang kutunggangi.. yaay… hati-hati, kalau terlalu keras menekan, bisa-bisa dia mengira disuruh lari! Pelan tapi pasti kuda tungganganku berjalan berputar-putar di arena bundar itu. Berikutnya ternyata aku diajari cara melakukan trout. Pertama, kita harus berlatih berdiri di atas stirrup/pijakan, seperti ini :

standup_comp

Posisi ini lah yang membuat kakiku pegal-pegal setelah latihan. Setelah berlatih berdiri sambil menjalankan kuda berputar-putar arena, berikutnya adalah latihan menaik-turunkan badan. Ketika kuda dalam kondisi trout (lari-lari kecil), otomatis penunggang akan terpental-pental jika diam saja, dan ini tentu menyakitkan. Jadi penunggang seharusnya menaik-turunkan badannya. Turun berarti kembali dalam posisi duduk. Dan ini harus dilakukan dengan sangat cepat. Berdiri selama 2 ketukan lalu duduk selama 1 ketukan, lalu berdiri lagi 2 ketukan, begitu seterusnya untuk mengikuti momentum dari pergerakan kuda. Terbayang? Yang jelas latihan ini lah yang membuat kaki tidak berasa lagi setelah sesi berakhir. Kudaku masih berlari pelan sampai ketika tiba-tiba pelatih melecutnya dari samping dan voilaa… lajunya mendadak bertambah kencang, tak ayal ritme naik-turunku harus semakin cepat. Awalnya mendebarkan memang, lama kelamaan menyenangkan juga, serius!

Tidak terasa waktu latihanku habis sudah, serasa masih ingin mencoba lagi dan lagi. Perut pun tiba-tiba terasa keroncongan. Sebuah keluarga yang juga ikut dalam rombongan kami tadi terlihat menggelar makanan yang mereka bawa. Beberapa kaleng minuman dan sandwich dikeluarkan dari kontainer besar.

Karena hanya membawa roti-roti ringan, aku dan Enas memutuskan untuk jajan di sebuah gerai makanan di sana. Dalam areal klub ini juga terdapat sebuah restoran yang sepertinya menjual makanan yang lebih serius. Fasilitas ibadah juga disediakan, juga ada beberapa kamar kecil yang sangat bersih. Hanya saja waktu itu air sempat tidak mengalir di salah satunya. Di sekitar areal pacuan juga terdapat beberapa gazebo dengan meja dan kursi-kursi. Merupakan ide yang sangat bagus untuk membawa bekal layaknya berpiknik. Setelah melepas penat sejenak, kami semua bergegas kembali ke bus dan pulang ke kampus tercinta.

Tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, ternyata berkuda itu tidak mudah, melelahkan, dan membuat kaki pegal-pegal, mungkin karena aku belum terbiasa. Pantas saja berkuda termasuk cabang olahraga.. 🙂

Leave a Comment

Your email address will not be published.