Oleh: Mahruri, PhD student in Earth Science and Engineering.
OK, langsung aja ya guys. Oh ya, nama saya Mahruri. Berhubung kalau kuliah di Saudi harus mempunyai 3 nama, jadi saya tambah dengan nama ayah saya dan kakek saya, Mahruri Slamet Sanmurjana. Kalau di Indonesia saya biasa di panggil Ruri, Mah, atau Mahruri tapi selama di Saudi ada beberapa temen yang manggil Jana. Saya lahir dan besar di Maduretno, Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah; di sebuah desa yang lumayan terpelosok, di dekat pantai. Kalau dilihat di peta kayaknya gak kelihatan deh tempat saya. Oh ya saya menempuh pendidikan S1 di Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), sekarang lagi belajar di Departement of Earth Science and Engineering (ErSE) di bawah bimbingan Dr. Carlos Santamarina dan Dr. Thomas Finkbeiner. Ini merupakan semester kedua saya di ErSE sejak Agustus 2016 lalu.
Gambar 1. Office desk of mine. A future PhD holder… Amin!
Saya ingin sedikit berbagi pengalaman saya selama kuliah di KAUST, Saudi Arabia. Berbeda dengan para leluhur KAUST yang sangat super keren-keren dan menginspirasi, insyaaAllah saya di sini akan berbagi cerita dari sisi kerohanian selama tinggal di Saudi. Secara gitu, seperti kebanyakan persepsi orang Indonesia, orang-orang Arab kan alim-alim apalagi anak-anak usia 4 tahun disini sudah jago bahasa Arab. Ya iyalah, namanya juga orang Arab. Hehehe, sedikit bercanda bolehlah. OK, kita teruskan ya.
Jadi menurut saya pribadi, kondisi KAUST sangat “BERTOLAK BELAKANG” dengan Arab Saudi, entah itu dari segi budaya pergaulan, pakaian, ketertiban, kondisi masyarakat, ataupun kondisi keagamaan. Itu lah kesan pertama kali ketika hidup di sini. Walaupun begitu, KAUST dan masyarakat Arab Saudi (pada umumnya) punya kelebihan masing-masing dan alangkah baiknya kalau kita bisa mengambil sisi kebaikan dari keduanya.
Sebenarnya saya cuma ingin sharing tentang pengalaman rohani di sini sih tapi gak apa-apa lah kita bahas sedikit perbedaan antara KAUST dan Arab Saudi. Hidup di KAUST itu amazing banget. Semuanya serba rapi, indah, nyaman, banyak tempat enak buat jalan-jalan, buat nongkrong, tempat-tempatnya juga romantis, dan ada beberapa spot yang cocok untuk mengadu kegalauan dan curhat. Yup, namanya King Abdullah Grand Mosque, hehehe. Siapa lagi kalau bukan kepada Allah kita mengadukan masalah kita. Next, hampir semua fasilitas olahraga mulai lapangan sampai pernak-perniknya di sini gratis, kecuali golf, bowling, dan berlayar dengan kapal. Contoh fasilitas yang gratis: swimming pool, badminton, basket, tennis, lapangan bola, futsal, pingpong, wall climbing, dan masih banyak yang lainnya yang saya sendiri gak tau itu namanya. Pinjam safety belt, raket dan bola juga gratis. Oh ya di sini juga ada pantai “KAUST South Beach” tapi dari saya sendiri sangat tidak merekomendasikan untuk pergi ke sana khususnya untuk yang #ahsudahlah (baca: jomblo) hahaha. Colek ah Farizal Hakiki.
KAUST itu merupakan salah satu tempat di Arab Saudi yang gak berlaku Syariat Islam (Saudi Arabia) dan tidak seperti di daerah Arab Saudi lainnya. Setau saya, cuma di KAUST dan Saudi Aramco yang mendapat “keistimewaan” seperti ini [CMIIW]. Jadi, di sini kehidupannya bisa terbilang bebas, dari segi pergaulan antara laki-laki dan perempuan, pakaian, budaya, musik, dan acara-acara konser lainnya. Ya saya sendiri bisa memaklumi sih kenapa di sini gak berlaku Hukum “konservatif” Saudi karena hampir kebanyakan mahasiswa & mahasiswi, profesor, research scientist, postdoc, dan community yang tinggal di sini bervariasi dan multikultur. Jangan heran kalau di sini setiap malam jumat (weekend) lumayan banyak yang pasang disco ball dan banyak acara fun di KAUST. Tenang, semua aman kok… Jangan dipikir terlalu serius.
Gambar 2. Main golf bersama teman-teman satu lab.
Ini nih sekilas gambaran KAUST, yang katanya bakal jadi “MIT” nya Arab Saudi. Fasilitas research di sini emang gak ketulungan keren dan memukau, kalau ngadain acara juga gak nanggung-nanggung, selalu totalitas (dari segi dananya, hehehe).
Gambar 3. Foto cleanroom di KAUST CoreLab.
Next ke topik utama ya yaitu saya pengin berbagi nih pengalaman rohani selama sekitar 8 bulan hidup di KAUST. Awal pertama kali disini saya langsung kaget, kenapa? Saya nyari-nyari halaqah, pengajian, dan kegiatan-kegiatan keagamaan di sini tapi kok gak nemu-nemu. Secara gitu, Arab Saudi kan terkenal gudang “ilmunya” tapi masa sih gak ada tempat pengajian. Usut punya usut, setelah nanya ke beberapa orang, ternyata pangajian secara resmi di KAUST itu memang gak boleh. Malah saya dikasih nasihat sama orang Algeria, harus hati-hati kalau mau ikut kajian karena kalau ketahuan pihak KAUST nanti urusannya jadi bisa berabe. Temen dari Madinah juga pernah cerita kelihatannya KAUST belajar dari pengalaman Kampus-X di Saudi di mana awal-awal berdirinya Kampus-X, kampusnya termasuk yang “bebas” tetapi setelah ada pergerakan dari mahasiswa dan menentang segala “kebebasannya”, kampusnya jadi lumayan seperti Saudi pada umumnya. Ini yang cerita anak Kampus-X sendiri yang lagi lanjut S2 di KAUST. Tentang kebenarannya, saya tidak tahu.
Back to main topic. Setalah nyari beberapa pengajian, dapatlah info dari temen kalau ada Halaqah Qur’an mingguan di Masjid Island. Oh ya, jadi di KAUST ini dibagi beberapa daerah, those are Harbor, Island, and Garden. Wah pertama kali ikut halaqah seneng banget, bagaikan nemu oase di padang pasir. Mungkin saya satu-satunya orang yang gak ngerti apa yang di sampaikan oleh Sheikhnya, karena beliau selalu menggunakan Bahasa Arab dan saya gak bisa Bahasa Arab. Ironis ya, hidup di Saudi tapi gak bisa Bahasa Arab. Seperti efek domino, setelah itu dapat info lagi kalau ada beberapa halaqah lain. Saya coba ikut halaqah lain, kali ini Sheiknya dari Mesir, namanya Sheikh Muhammad. Yang ikut halaqah beliau gak terlalu banyak sih, cuma sekitar 4-5 orang dan isinya orang Arab semua. Lagi-lagi saya satu-satunya yang non-Arab. Halaqah yang terakhir saya join yaitu sama Sheikh Asem, mahasiswa PhD yang jadi imam kampus. Nah saya paling ngerasa cocok sama beliau, mungkin karena sama-sama masih muda, jadi bahasanya nyambung dan sering bercanda juga. Sama beliau belajar tahsin, makhrajul huruf, dan Arabic for Quran. Mas Wandi dan Mas Burhan juga ikut kelas tersebut. Saya akui, semenjak join halaqah saya jadi tahu sedikit demi sedikit tentang Bahasa Arab Al Quran. Perlu di ketahui, Bahasa Arab sehari-hari dengan Bahasa Arab di Al Quran agak berbeda dan kadang orang Arab pun tidak paham dengan Bahasa Arab di Al Quran. Oh ya, disini saya terbiasa panggil guru ngaji dengan panggilan Sheikh ya tujuannya untuk menghormari beliau. Jangan dibayangkan kalau yang namanya Sheikh itu pasti jenggotnya tebal, selalu pakai thobe (gamis), jidatnya hitam, dll. Kadang guru ngaji saya pakainya biasa kok, seperti Sheikh Muhammad yang dari Mesir itu.
Alhamdulillah wa syukurilah, selama kuliah di KAUST diberi kemudahan untuk berkunjung ke AL HARAMAIN: Mekah dan Madinah. Bisa dibilang, hampir setiap jumat ke Mekah atau Madinah. Maaf ya, bukannya saya mau sombong atau gimana, justru karena saya banyak dosa jadi harus sering-sering ke tanah suci. Ya mudah-mudahan Allah selalu mengampuni dosa-dosa saya. Berhubung KAUST menyediakan bus gratis ke Mekah setiap jumat dan sabtu; dan ke Madinah setiap minggu pertama dan ketiga; saya sebisa mungkin meluangkan waktu untuk pergi ke Al Haramain. Entah apa yang membuat saya begitu suka berziarah ke Al Haramain tapi yang jelas, setiap berkunjung kesana, saya merasakan kehidupan yang sebenarnya, hati jadi tenang, tentram, nyaman, lupa dengan beban-beban dan masalah hidup, dan satu lagi, selalu kenal dengan orang baru dari berbagai negara, seperti Jerman, Arab Saudi, Algeria, south Africa, Turkey, Pakistan, India, dan tak lupa dengan jamaah umroh dari Indonesia. Alhamdulillah bisa nambah silaturahmi. Apalagi kalau pas sholat jumat, yang jadi khotib dan imamnya itu Sheikh As Sudais, wah itu favorit saya. Pasti kalau doa menitihkan air mata, mengharukan, dan bikin nangis. Sadar diri kalau kita banyak sekali dosanya dan Allah terlampau baik kepada kita. Sebanyak apapun maksiat dan dosa yang kita lakukan, Allah dengan sifat Rahimnya masih memberikan nikmat yang banyak kepada kita. Huhuhu….
Gambar 4. Madinah Al Munawarah, Kota yang Menerangi.
Pernah waktu itu saya nginep di rumah temen di Madinah selama seminggu pas lebaran haji 2016. Gak nyangka juga sih bisa nginep di tempat orang Saudi. Biasanya agak susah kalau mau menginap di rumah orang Saudi karena budayanya mereka memang seperti itu, tidak seperti di Indonesia. Untuk urusan keluarga, mereka agak tertutup. Selama seminggu aja saya gak pernah ketemu ibunya, cuma ketemu sama kakak dan adik dari temen saya itu. Alhasil, saya jadi sedikit tahu tentang budaya orang sini dan namanya juga manusia, pasti ada plus minusnya. Yang jelas, budaya di sini agak berbeda dengan di Indonesia, jadi nasihat saya untuk para JOMBLO-ERS yang pingin punya istri dari Arab Saudi, coba dipikirkan dan dipertimbangkan matang-matang dulu. Selama seminggu di Madinah diajak jalan-jalan keliling Madinah dan tempat-tempat bersejarah seperti tempat Perang Uhud, tempat Perang Khandaq (Masjidul Sab’ah), Masjid Qiblatain, Masjid Jumah, Masjid Quba, dll. Alhamdulillah, di Madinah lumayan punya banyak kenalan orang Arab, dan setiap ke Madinah pasti selalu ketemuan, walaupun cuma sekedar untuk makan siang atau makan malam bersama. Pernah waktu itu dulu diundang sama orang sana, makan bersama keluarga besarnya. Wah itu bikin grogi.
Gambar 5. A hello from Saudi friend!
Ngomongin tentang Saudi (di luar KAUST), ada beberapa hal yang saya sangat suka. Pertama, disini kalau sudah adzan, semua toko-toko harus ditutup. Jadi jangan heran kalau pas jalan-jalan ke Mall, atau tempat belanja lainnya, pas waktu sholat gak ada satu toko pun yang buka. Kadang mereka mengadakan sholat jamaahnya di depan toko-toko. Kalau di luar KAUST, pakaian wanita relatife lebih tertutup, diharuskan memakai abaya (baju untuk menutupi seluruh badan). Satu hal yang saya kurang suka di sini yaitu masalah kebersihan dan ketertiban. Lumayan banyak sampah berserakan di mana-mana dan kadang orang gak bisa ngantri apalagi kalau urusan di toilet.
OK, sebenarnya masih banyak banget yang ingin saya ceritkan tapi berhubung sudah males nulis, insyaaAllah saya akan buat seri selanjutnya. Jadi poin yang ingin saya sampaikan, walaupun kita hidup di lingkungan yang mungkin Anda kurang sukai, tetapi selama ada niat dan tekad yang kuat, Allah selalu memberi jalan kepada kita. Tapi syaratnya kita harus buktikan dulu kesungguhan kita.
A hello from me… 🙂 Salaam
15 Comments