Ditulis oleh Shofarul Wustoni, Postdoctoral Research Fellow

Oasis, itulah kesan yang bisa saya dapatkan setelah Allah ridhoi dua tahun bisa bergabung di KAUST untuk belajar sebagai postdoc. Teringat sekilas tentang sejarah KAUST yang diceritakan presidennya saat acara orientasi warga KAUST yang baru, bahwasanya KAUST dibangun dari sebuah impian panjang Raja Abdullah-Rahimahullah- tentang sebuah kawah candradimuka, tempat berkumpulnya talenta-talenta terbaik di bidang ilmu pengetahuan dari seluruh dunia tanpa adanya diskriminasi suku-ras-agama-antar golongan.

Lapangan Golf KAUST — Lebih dari sekedar tempat hidup

KAUST lahir dengan salah satu semangat untuk mensuburkan kembali tanah arab sebagai pusat ilmu pengetahuan seperti masa kejayaan Islam sebelumnya. Ilmu pengetahuan yang bisa menjawab permasalahan-permasalahan global khususnya tantangan-tantangan yang ada di Saudi Arabia sendiri seperti bidang lingkungan, air bersih, makanan dan yang selalu menjadi topik panas yaitu energi.

Tepi Laut Merah, kampus KAUST berdiri

Di KAUST, saya merasakan sekali bagaimana kampus ini berinvestasi dan bertekad besar untuk mengimplementasikan impian besarnya, dengan “memanjakan” para warganya dengan berbagai fasilitas riset dan variasi sumber ilmu. Sudah banyak disampaikan pada tulisan lain di web KAUSTINA (kaustina.org) tentang berbagai kemudahan dan kelebihan yang bisa didapat di KAUST, disini saya coba refleksi singkat kembali tentang perbedaan dengan pengalaman studi sebelumnya di salah satu kampus swasta di pusat Kota Tokyo dan salah satu kampus riset ternama di Singapura.

Kemudahan hidup untuk fokus pada riset, di KAUST, seluruh warga komunitasnya (mahasiswa, postdoc, staff) ditunjang dengan akomodasi tempat tinggal yang memadai untuk kebutuhan dasarnya, dilengkapi dengan utilitas (listrik dan air) yang tinggal pakai, ndak pakai riweuh untuk mengurusi pemasangan dan bayaran bulanannya, plus tim maintenance dan servis yang selalu siap untuk memperbaiki dan membantu tiap kerusakan yang ada dengan Bahasa inggris sebagai media komunikasinya, jadi ndak perlu pakai Bahasa Tarzan untuk menjelaskan apa yang perlu diperbaiki (seperti yang biasa saya lakukan di Tokyo, karena tidak bisa Bahasa Jepang :D). Bagi saya kondisi ini menjadi salah satu kemudahan hidup yang benar-benar disyukuri.

Peralatan riset dan tim penunjang yang sangat kooperatif dan bersahabat, tim core lab KAUST hadir untuk mendukung yang kita butuhkan, dengan berbagai instrument riset yang canggih dan komplit. Berdasarkan pengalaman personal saya di tempat studi sebelumnya, konsep fasilitas dan penunjang core labs di KAUST lebih baik dan sangat mempermudah proses kita untuk belajar dalam menggunakan alat riset, yang sebagian besar open 24 jam selama 7 hari dalam seminggu. Staff penunjang yang ramah untuk bisa ditanyakan terkait berbagai kendala teknis dalam penggunaan alat, serta sistem reservasi pemakaian alat yang terintegrasi.

Kolaborasi antar bidang ilmu, karena pengalaman saya sebelumnya selama S3 di Jepang dan postdoc singkat di Singapura sangat minim dalam kerja kolaborasi. Berada di KAUST saat ini khususnya di lab Prof. Sahika Inal, kerja tim dan kolaborasi merupakan salah satu poin yang selalu diutamakan. Pesan yang selalu disampaikan adalah setiap orang mempunyai keahlian khas dan kita tidak bisa ahli di dalam segala bidang.  Kita bekerja dalam riset seperti menyusun puzzle dengan setiap orang memiliki bagiannya masing-masing. Kolaborasi lintas lab-pun sangat padat merayap, profesor di KAUST sangat open untuk berkolaborasi dalam satu departemen atau lintas bidang dari kolaborasi yang kecil hingga besar, termasuk dengan pihak industri.

Agustusan 2018: Lomba makan kerupuk bersama Diaspora Indonesia

Media penyuplai dan penyegar dahaga spiritual. Lima waktu bisa ke masjid dengan lantunan ayat suci yang tartil dan merdu dari sang imam, menikmati suasana masjid yang sejuk, tidak perlu harus mencari tangga atau tempat yang sepi dan bersih untuk bisa sholat seperti yang biasa jika di negara barat atau jepang. Mendengarkan langsung panggilan Adzan serta fasilitas gratis ke mekkah setiap minggu dan Madinah setiap dua minggu, untuk sebagian besar kita tentu ini yang menjadi energy positif di tengah kejaran proses dan target riset. KAUST juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas olahraga yang sangat lengkap.

Masjid Nabawi di Kota Madinah Yang Menerangi

Saudi memang didominasi gurun, tapi dengan studi di KAUST, kita bisa merasakan salah satu kampus dengan fasilitas riset terbaik di dunia, sekaligus bisa “menjelajah kemanapun” di belahan bumi lainnya dengan tabungan dari beasiswa ataupun fasilitas konferensi :D.

Semoga semakin banyak para pencinta ilmu dari Indonesia yang bisa merasakan kenikmatan studi dan tinggal di KAUST. Semakin banyak yang tidak hanya ingin dan niat untuk ke KAUST, tapi di lengkapi dengan tekad bulat dan ikhtiar totalitas. InshaAllah di KAUSTINA banyak yang bisa membantu sebagai sumber untuk ditanya-tanya, khususnya Admin kaustina.org 😀

Setelah lulus studi, yang menjadi ukuran UTAMA berikutnya adalah berapa banyak hasil produktivitas riset dan studi kita, bukan berapa banyak foto instagrammable yang kita pajang.

Leave a Comment

Your email address will not be published.