Ditulis oleh Kadek Palgunadi, PhD Student di Earth Science and Engineering

Halo! Om Swastiastu!

Keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi sudah ada semenjak semester 3 di bangku kuliah S1 saat berada di ITB. Singkat cerita, diterimalah saya S2 di Exploration Geophysics Institute de Physique du Globe (IPGP), Paris, Perancis. Akhir semester 1 pada pendidikan S2 saya mulailah untuk mencari professor yang akan melatih saya untuk menjadi peneliti sesungguhnya. Perburuan untuk mencari professor tidaklah mudah, saya memiliki kriteria ketat dalam memilih professor yaitu harus terbaik di bidang yang saya sukai. Kebetulan bidang earthquake dynamic for induced seismicity sedang berkembang dan belum banyak professor yang menekuninya. Untuk itu,  saya menghubungi beberapa professor yang ada di Perancis, USA, Jerman, and Swiss. Dari beberapa professor yang telah saya hubungi kebetulan beberapa di antaranya tidak memiliki dana untuk riset. Kemudian saya mencoba memilih bidang minat kedua saya yaitu Full Waveform Inversion FWI. Kali ini saya menghubungi professor-professor yang terkenal dan sangat aktif berkontribusi di bidang ini.

Bagaimana cara menghubungi professor? Di dunia maya banyak forum yang membahas, saya tidak akan repost disini. Prof. Tariq Alkhalifah di SWAG group KAUST merupakan salah satu yang saya hubungi dan beliau menerima saya menjadi mahasiswa S3-nya setelah wawancara teknis yang saya kira cukup menantang karena di-test mengerjakan masalah matematika secara langsung saat wawancara. Selanjutnya beliau menyarankan saya untuk langsung mengumpulkan syarat yang diperlukan oleh admission office. Tentu saja saya tahu kalau diterima professor saja tidak akan menjamin saya bisa diterima, sehingga saya mencari peluang S3 lain juga sekaligus berharap ada tawaran bidang yang memang saya sangat minati.

Tiba-tiba, di awal tahun 2018 datanglah tawaran proyek S3 (2 orang) dan Postdoc (4 orang) yang merupakan kolaborasi dari LMU Munich di 
Jerman – KAUST di Saudi Arabia pada bidang earthquake dynamic untuk
unconventional geo-reservoir. Pada tawaran itu saya diminta untuk mengirimkan CV dan motivation letter kenapa saya mau melanjutkan S3 di proyek tersebut. Satu bulan kemudian, email yang saya kirim dibalas oleh professor saya yang sekarang, Prof. Paul Martin Mai. Beliau mengajak saya untuk wawancara lebih lanjut. Wawancara tersebut saya bilang cukup mudah karena beliau hanya menanyakan hal-hal yang saya tulis di CV dan motivation letter. Ini akan menjadi sulit jika kita menulis hal yang tidak kita pernah lakukan di CV dan motivation letter (baca: berbohong). Selanjutnya, wawancara kedua adalah dari pembimbing kedua saya dari LMU-Munich yaitu Dr. Alice Gabriel. Lagi-lagi, wawancaranya saya bilang cukup mudah dan sangat santai karena ternyata mereka berdua sangat menyenangkan. Pada wawancara teknis, istilahnya wawancara user kalau di dunia kerja; rekomendasi yang kita tulis di CV akan mempunyai pengaruh yang sangat besar.

Beruntung, dua pemberi rekomendasi yang saya tulis adalah dia yang terkenal di bidang induced seismicity dan untungnya mereka sangat mengenal satu sama lain. Saya diberikan rekomendasi oleh pembimbing S2 saya di Perancis, Prof. Pascal Bernard, Dr. Nobuaki Fuji, dan Prof. Satish Singh. Hal yang unik adalah, ketika diterima, saya baru tahu jika mereka memang saling mengenal dengan baik dan mereka juga telah berdiskusi mengenai performa dan cara kerja saya selama S2 di Perancis. I got a luck. Itulah kenapa saya katakan rekomendasi sangat penting.

Seminggu kemudian saya dikirimi surat cinta bahwa telah diterima masuk kedalam tim di proyek Fracture activation in geo-reservoirs – physics of (induced) earthquakes in complex fault networks. Namun ada dua tempat yaitu LMU-Munich dan KAUST. Satu mahasiswa yang diterima berkewarganegaraan Jerman dan lebih memilih LMU-Munich. Oleh karena itu, saya disuruh untuk mendaftar sebagai mahasiswa S3 di KAUST. Jadi satu kaki saya sudah berada di KAUST dengan dua professor. Loh kok bisa? Di sinilah saya email Prof. Martin dan berdiskusi kalau sebelumnya saya sudah diterima oleh Prof. Tariq. Kasus seperti ini sangat mudah untuk menyelesaikannya, Prof. Martin menghubungi Prof. Tariq via email dengan cc ke saya mengatakan kalau dia telah merebut mahasiswa Prof. Tariq (dengan email yang sangat santai tentunya). Setelah itu masalah berakhir dan saya resmi terdaftar sebagai bakal calon mahasiswa dari Prof. Martin.

KAUST memiliki prosedur tersendiri dalam merekrut mahasiswa, jadi walaupun sudah diterima oleh professor, penentuan akhir ada di tangan admission office. Tentunya, saya juga harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Terdapat beberapa wawancara lanjutan yang harus saya jalani, satu wawancara adalah dengan admission office melalui Skype dan satu lagi adalah wawancara dengan Dean of Graduate Affairs, Brian Moran. Wawancara pertama sangat mudah, hanya menanyakan kegiatan saya sehari-hari, peringkat di kelas, hobi, apakah saya suka bermain musik, suka menonton film, dan apakah saya pernah ke luar negeri sebelumnya. Kunci dalam wawancara ini terdapat di kata “musik” dan “film”; dua hal yang kurang lazim di Saudi Arabia. Wawancara ini hanya berlangsung 8 menit, sangat singkat dan straight forward. Belum pernah saya mendapat pengalaman wawancara sesingkat ini sehingga saya sempat berfikir kalau tidak akan lolos. Namun, saya yakin bahwa mereka adalah tim yang sangat berpengalaman, hanya dengan melihat cara menjawab, jawaban dan perilaku bakal calon mahasiswa, mereka sudah dapat menilai apakah dia sesuai dengan kriteria KAUST atau tidak. Pengumuman dari tahap wawancara satu ke tahap selanjutnya (tahap akhir) hanya menunggu dalam waktu 5 hari saja. 

Wawancara kedua berlangsung di Le Méridien Dubai Hotel & Conference Centre; sebuah hotel bintang 5 di Dubai. Saya yang sedang berada di Paris tentu kaget karena harus ke Dubai, tapi tenang semua ditanggung oleh KAUST. Perjalanan di Dubai sangat singkat, sampai pagi di Dubai dari Paris dan balik sore hari dari Dubai ke Paris. Kembali lagi ke wawancara, kali ini pertanyaan dari Brian Moran kira-kira sama seperti pertanyaan dari admission office. Namun sebelum wawancara, saya telah berkonsolidasi dengan Bung Admin facebook Kaustina mengenai saran agar bisa lolos tahap ini. Memang tips yang diberikan sangatlah PENTING BANGET, jadi kalau sudah sampai tahap wawancara ini mulai hubungilah orang yang sudah ada di dalam KAUST dan jangan berasumsi sendiri serta merasa percaya diri. Tetap sama, wawancara hanya berlangsung selama 5 menit! Paris-Dubai PP 13 jam perjalananan tapi wawancara hanya 5 menit! Positifnya, selagi menunggu waktu pulang ke Paris, saya diberikan uang jalan-jalan gratis oleh KAUST. Generous!

Aduuuuh gambar yang gak bisa dirotasi!!!

Total, saya harus melakukan empat kali wawancara untuk bisa masuk KAUST! Agak berlebihan memang dan prosesnya cukup lama. Apalagi untuk menunggu hasil akhir apakah saya diterima atau tidak sangatlah lama, satu bulan! Saya sampai mengemail Prof. Martin kenapa prosesnya sangat lama dengan sedikit mengancam bahwa saya telah diterima S3 di tempat saya S2 dulu; memang sudah diterima. Untungnya beliau baik dan langsung meng-email manager dari admission office dengan men-cc saya di email. Akhirnya esok hari pengumuman langsung dikirim ke email saya. Ancamanan yang cukup ampuh!

Surat Cinta dari KAUST

Masalah kembali datang karena saya belum memiliki diploma S2, bagaimana membuktikannya? Untungnya saya masih bisa menggunakan surat keterangan kalau saya akan lulus bulan Juni 2018 disertai dengan transkrip nilai semester awal saya di IPGP. Untungnya, semua berjalan mulus dengan legalitas yang sesuai. Tentu si professor juga mengetahui dan memahami masalah ini karena beliau juga pernah menjadi mahasiswa seperti kita.

Lalu, selanjutnya apa? Pengurusan visa pelajar ke Saudi Arabia, pengurusan visa Saudi untuk KAUST di Paris harus dilakukan di VSI-Visa (agen visa) yang berada di Gennevilliers; cukup naik RER C ke arah Gennevilliers. Sebelumnya saya telah dihubungi oleh relocation team KAUST untuk menyiapkan segala dokumen dan surat sakti oleh Goverment Affairs-nya KAUST agar bisa visa terbit segera. Kenapa saya sebut surat sakti? Saya tentu tidak mengetahui bagaimana prosedur seharusnya untuk mengurus visa pelajar untuk Saudi Arabia di Indonesia, namun di Paris, saya diharuskan mengirimkan dokumen S2. Diploma dan transkrip lengkap yang mana saya belum punya. Si agen menakut-nakuti saya karena visa bisa keluar kalau saya punya diploma S2 atau S1. Karena diploma S1 keluaran Indonesia, tentu harus ada legalisasi dari Kemenkumham dan Kemenlu di Jakarta, WHAT??!! Tentu masalah akan jadi sangat runyam apalagi saya sedang menulis tesis pada saat itu. Setelah saya kasi semua dokumen, si agen menemukan si surat sakti ini, seketika mereka diam dan bilang problem solved. Tres bien!

Sekali lagi, luar biasa KAUST. Surat apa itu? Saya tidak tahu apakah teman-teman yang mengurus visa selain Perancis dapat surat yang sama atau tidak. Pengurusan visa ini hanya butuh 19 jam! Keren! Cepat sekali. Pengurusan visa Saudi Arabia di Paris gampang-gampang susah. Gampang karena ada surat sakti, akan menjadi susah saat berurusan dengan orang Perancis. Bahasa mereka cukup sulit dan saya baru belajar sedikit Bahasa Perancis saat itu. Kesalnya lagi, mereka tidak mau memakai Bahasa Inggris, jadilah perjalanan memenuhi syarat dokumen-dokumen menjadi cukup sulit. Tapi setelah dokumen-dokumen tersebut terpenuhi, semua urusan menjadi aman dan lancar.

Transformasi 5 bulan di KAUST 🙂

Bagitulah pengalaman saya dari S2 di Perancis sampai mendapatkan salah satu tempat duduk di Building 1, KAUST serta pengalaman membuat visa pelajar Saudi Arabia di Paris. Semoga bermanfaat dan bisa menginspirasi teman-teman yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi di KAUST. 
Matur Suksma!

7 Comments

Leave a Comment

Your email address will not be published.